Desky Avianty Fury / 11511892 / 2PA08
Keterkaitan
Abnormalitas dengan Gender, Stress Dan Konsep Motivasi
·
Abnormalitas
Psikologi Abnormal merupakan salah satu cabang psikologi yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang-orang yang mengalaminya. Abnormalitas terjadi karena adanya penimbunan keyakinan-keyakinan irasional yang berpengaruh pada masa kanak-kanak. Ellis mengatakan “gangguan emosi pada dasarnya merupakan terdiri atas kalimat-kalimat atau arti-arti yang keliru, tidak logis dan tidak bisa disahihkan, yang oleh orang terganggu diyakini secara dogmatis dan tanpa kritik dan terhadapnya dia beremosi atau bertindak sampai ia sendiri kalah”.
Psikologi Abnormal merupakan salah satu cabang psikologi yang berupaya untuk memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang-orang yang mengalaminya. Abnormalitas terjadi karena adanya penimbunan keyakinan-keyakinan irasional yang berpengaruh pada masa kanak-kanak. Ellis mengatakan “gangguan emosi pada dasarnya merupakan terdiri atas kalimat-kalimat atau arti-arti yang keliru, tidak logis dan tidak bisa disahihkan, yang oleh orang terganggu diyakini secara dogmatis dan tanpa kritik dan terhadapnya dia beremosi atau bertindak sampai ia sendiri kalah”.
·
Ada tiga kategori utama irrational
beliefes, dimana masing-masing membawa konsekuensi terhadap kekalahan diri
yaitu:
a. Gagasan
bahwa seseorang harus benar-benar kompeten, layak, berprestasi dalam segala hal
dan dicintai sepanjang waktu atau gagasan bahwa seseorang merasa tidak mampu dan tidak berharga.
Gagasan ini bisa menyebabkan panik dan depresi.
b. Gagasan
bahwa semua orang harus memperlakukannya dengan baik dan jujur atau gagasan
bahwa orang-orang tertentu buruk, keji, atau jahat dan harus dikutuk atas
kejahatannya. Gagasan ini dapat mengembangkan perasaan marah dan agresif.
c. Gagasan
bahwa segala sesuatu harus mengikuti kehendaknya, tidak terlalu sukar
dikerjakan dan tidak membuat frustrasi atau gagasan bahwa hidup adalah
mengerikan, buruk, sangat menyakitkan dan malapetaka. Gagasan ini dapat
menciptakan kondisi mengasihani diri sendiri dan toleransi yang rendah terhadap
frustrasi juga prokrastinasi.
Ø Motivasi
Dari waktu ke waktu sebagian dari kita merasa cemas ketika menghadapi
interview kerja yang penting atau ujian akhir.
Lalu
bagaimana kita di anggap melanggar batas antara perilaku abnormal dengan normal?
Satu jawabannya adalah kondisi emosional seperti kecemasan dan depresi dapat dikatakan abnormal bila tidak sesuai dengan situasinya. Hal yang normal bila kita tertekan dalam tes tetapi menjadi tidak normal ketika rasa cemas itu muncul ketika sedang memasuki department store atau menaiki lift. Perilaku abnormal juga diindikasikan melalui besarnya / tingkat keseriusan problem. Walaupun bentuk kecemasan sebelum interview kerja dianggap cukup normal namun merasa seakan-akan jantung akan copot yang mengakibatkan batalnya interview adalah tidak normal.
Satu jawabannya adalah kondisi emosional seperti kecemasan dan depresi dapat dikatakan abnormal bila tidak sesuai dengan situasinya. Hal yang normal bila kita tertekan dalam tes tetapi menjadi tidak normal ketika rasa cemas itu muncul ketika sedang memasuki department store atau menaiki lift. Perilaku abnormal juga diindikasikan melalui besarnya / tingkat keseriusan problem. Walaupun bentuk kecemasan sebelum interview kerja dianggap cukup normal namun merasa seakan-akan jantung akan copot yang mengakibatkan batalnya interview adalah tidak normal.
Ø Stress
VULNERABILITY – STRESS
- Vulnerability mengacu
pada satu atau sejumlah karakteristik individu yang meningkatkan peluang
bagi berkembangnya suatu gangguan. Dapat berupa biologis atau psikologis.
Biologis misalnya adanya kerentanan secara genetis dari orang tua, adanya
abnormalitas yang diturunkan. Psikologis misalnya, orang-orang yang
mempunyai keyakinan lemah terhadap agama lebih rentan terhadap munculnya
depresi.
- Stress
mengacu pada suatu kondisi lingkungan individu yang menyebabkan kesulitan.
Hal itu disebut stressor. Stressor dapat berupa biologis dan psikologis.
Biologis misalnya kekurangan oksigen saat kelahiran atau gizi yang buruk
selama kanak-kanak dapat menyebabkan disfungsi otak. Psikologis misalnya
masalah kuliah, bencana banjir, tindak kekerasan orang lain, gagal tes
kerja, kematian pasangan hidup, dsb.
- Interaksi antara Vulnerability dan
Stress dapat menyebabkan munculnya gangguan. Misalnya
individu yang secara biologis rentan terhadap skizofrenia, jika diberi
stressor yang tepat, maka kemungkinan untuk menjadi skizofrenia makin
besar.
Ø Gender
Gangguan identitas gender adalah bagaimana seseorang
merasa bahwa ia adalah seorang pria atau wanita, dimana terjadi konflik antara
anatomi gender seseorang dengan identitas gendernya (Nevid, 2002). Identitas
jenis kelamin adalah keadaan psikologis yang mencerminkan perasaan dalam diri
seseorang sebagai laki-laki atau wanita (Kaplan, 2002). Fausiah (2003) berkata,
identitas gender adalah keadaan psikologis yang merefleksikan perasaan daam
diri seseorang yang berkaitan dengan keberadaan diri sebagai laki-laki dan
perempuan.
Identitas jenis kelamin (gender identity):
keadaan psikologis yang mencerminkan perasaan dalam (inner sense).
Didasarkan pada sikap, perilaku, atribut lainnya yang ditentukan secara
kultural dan berhubungan dengan maskulinitas atau femininitas. Peran jenis
kelamin (gender role): pola perilaku eksternal yang mencerminkan
perasaan dalam (inner sense) dari identitas kelamin. Peran gender
berkaitan dengan pernyataan masyarakat tentang citra maskulin atau feminim.
Konsep tentang normal dan abnormal dipengaruhi oleh
factor social budaya, Perilaku seksual dianggap normal apabila sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat dan dianggap abnormal apabila menyimpang dari
kebiasaan yang ada di masyarakat.
Gangguan
Identitas Gender
Criteria
diagnostic gangguan identitas gender: Identifikasi yang kuat dan
menetap terhadap gender lain:
- Berkeinginan kuat menjadi anggota gender lawan
jenisnya (berkeyakinan bahwa ia memiliki identitas gender lawan
jenisnnya)
- Memilih memakai baju sesuai dengan stereotip
gender lawan jenisnya
- Berfantasi menjadi gender lawan jenisnya atau
melakukan permainan yang dianggap sebagai permainan gender lawan
jenisnya.
- Mempunyai keinginan berpartisipasi dalam
aktivitas permainan yang sesuai dengan stereotip lawan jenisnya
- Keinginan kuat mempunyai teman bermain dari
gender lawan jenis (dimana biasanya pada usia anak – anak lebih tertarik
untuk mempunyai teman bermain dari gender yang sama). Pada remaja dan
orang dewasa dapat diidentifikasikan bahwa mereka berharap menjadi sosok
lawan jenisnya, berharap untuk bisa hidup sebagai anggota dari gender
lawan jenisnya.
- Perasaan yang kuat dan menetap ketidaknyamanan
pada gender anatominya sendiri atau tingkah lakunya yang sesuai stereotip
gendernya.
- Tidak terdapat kondisi interseks.
- Menyebabkan kecemasan yang serius atau
mempengaruhi pekerjaan atau sosialisasi atau yang lainnya.
- Gangguan identitas gender dapat berakhir pada
remaja ketika anak – anak mulai dapat menerima identitas gender. Tetapi
juga dapat terus berlangsung sampai remaja bahkan hingga dewasa sehingga
mungkin menjadi gay atau lesbian.
Awal mula
Gangguan Identitas Gender
Gangguan identitas gender bermula dari trauma dari
orang tua yang berlawan jenis, pergaulan individu, pengaruh media massa. Kaplan
(2002), gangguan identitas gender ditandai oleh perasaan kegelisahan yang
dimiliki seseorang terhadap jenis kelamin dan peran jenisnya. Gangguan ini
biasanya muncul sejak masa kanak-kanaak saat usia dua hingga empat tahun (Green
dan Blanchard dalam Fausiah, 2003).
Nevid (2002) mengemukakan bahwa gangguan identitas
gender dapat berawal dari masa kanak-kanak dengan disertai distress terus
menerus dan intensif, bersikap seperti lawan jenis dan bergaul dengan lawan
jenis, serta menolak sifat anatomi mereka dengan adanya anak perempuan yang
memaksa buang air kecil sambil berdiri atau anak laki-laki yang menolak testis
mereka.
Ciri-ciri
klinis dari gangguan identitas gender (Nevid, 2002):
- Identifikasi yang kuat dan persisten terhadap
gender lainnya: adanya ekspresi yang berulang dari hasrat untuk menjadi
anggota dari gender lain, preferensi untuk menggunakan pakaian gender
lain, adanya fantasi yang terus menerus mengenai menjadi lawan jenis,
bermain dengan lawan jenis,
- Perasaan tidak nyaman yang kuat dan terus
menerus, biasa muncul pada anak-anak dimana anak laki-laki mengutarakan
bahwa alat genitalnya menjijikkan, menolak permainan laki-laki, sedangkan
pada perempuan adanya keinginan untuk tidak menumbuhkan buah dada, memaksa
buang air kecil sambil berdiri.
- Penanganannya sama seperti menangani gangguan
seksual
Faktor –
Faktor Penyebab
Saat ini, masih belum terdapat pertanyaan mengenai
penyebab munculnya gangguan identitas gender: nature atau nurture? Walaupun
terdapat beberapa data tentatif bahwa gangguan tersebut disebabkan oleh faktor
biologis, yaitu hormon, namun data yang tersedia tidak dapat mengatribusikan
munculnya transeksualisme hanya kepada hormon (Carroll, 2000). Faktor biologis
lain, seperti kelainan kromosom dan struktur otak, juga tidak dapat memberikan
penjelasan yang konklusif.
Faktor lain yang dianggap dapat menyebabkan munculnya
gangguan identitas seksual adalah faktor sosial dan psikologis. Lingkungan
rumah yang memberi reinforcement kepada anak yang melakukan cross-dressing,
misalnya, kemungkinan erkontribusi besar terhadap konflik antara anatomi sex
anak dan identitas gender yang diperolehnya (Green, 1974, 1997; Zuckerman &
Green, 1993). Walaupun demikian, faktor sosial tidak dapat menjelaskan mengapa
seorang laki-laki yang dibesarkan sebagai perempuan, bahkan dengan organ seks
perempuan, tetap tidak memiliki identitas gender perempuan dan akhirnya memilih
untuk hidup sebagai laki-laki.
Teori belajar menekankan tidak adanya figur seorang
ayah pada kasus anak laki – laki menyebabkan ia tidak mendapatkan model seorang
pria.
Teori psikodinamika dan teori belajar lainnya
menjelaskan bahwa orang dengan gangguan identitas gender tidak dipengaruhi tipe
sejarah keluarganya. Faktor keluarga mungkin hanya berperan dalam
mengkombinasikan dengan kecenderungan biologisnya. Orang yang mengalami
gangguan identitas gender sering memperlihatkan gender yang berlawanan dilihat
dari pemilihan alat bermainnya dan pakaian pada masa anak – anak. Hormon
pernatal yang tidak seimbang juga mempengaruhi. Pikiran tentang maskulin dan
feminine dipengaruhi oleh hormone seks fase – fase tertentu dalam perkembangan
prenatal.