Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu
kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi
intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang
dengan situasi tertentu yang dihadapi. Menurut Robbins (2001:166) menyatakan
definisi dari motivasi yaitu kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang
tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk
memenuhi beberapa kebutuhan individual.
Pengertian prestasi menurut Murray (dalam J. Winardi,
2004):”...Melaksanakan tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi
atau mengorganisasi objek-objek fiskal, manusia atau ide-ide untuk melaksanakan
hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin sesuai kondisi yang
berlaku. Mencapai perporman puncak untuk diri sendiri. Mampu
menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui
penerapan bakat secara berhasil”
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan
banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam
konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi
telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik,
manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian
kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin
Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat
dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi
kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan
dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk
mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan;
(7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari
kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Dibawah ini, kita akan membahas beberapa macam teori berprestasi.
1. Teori Motivasi
Beprestasi dari McClelland
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi
atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa
motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan
prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan
prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau
pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek
fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan
seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala,
mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu
menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui
penerapan bakat secara berhasil.”
Need menurut McClelland
dibagi atas tiga:
a) Need For
achievement. Ada beberapa orang yang memiliki dorongan yang kuat
untuk berhasil. Mereka lebih mengejar prestasi pribadi daripada imbalan
terhadap keberhasilan. Mereka bergairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan
lebih efisien jika dibandingkan dengan hasil sebelumnya.
Ciri-ciri:
- Berusaha
melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif.
- Mencari
feedback tentang perbuatannya.
- Memilih
resiko yang sedang di dalam perbuatannya.
- Mengambil
tanggung jawab pribadi atas perbuatannya.
b) Need for affiliation. Kebutuhan akan kehangatan dan sokongan
dalam kehidupannya atau hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini akan
mengarahkan tingkah laku individu untuk melekukan hubungan yang akrab dengan
orang lain. Orang-orang dengan need affiliation yang tinggi ialah orang yang
berusaha mendapatkan persahabatan.
Ciri-ciri:
- Lebih
memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaannya daripada
segi tugas-tugas yang ada dalam pekerjaan tersebut.
- Melakukan
pekerjaannya lebih efektif apbila bekerjasama dengan orang lain dalam
suasana yang lebih kooperatif.
- Mencari
persetujuan atau kesepakatan dari orang lain.
- Lebih
suka dengan orang lain daripada sendirian.
- Selalu
berusaha menghindari konflik.
c. Need for power. Adanya keinginan yang kuat untuk
mengendalikan orang lain, intuk mempengaruhi orang lain dan untuk memiliki
dampak terhadap orang lain.
Ciri-ciri:
- Menyukai
pekerjaan dimana mereka menjadi pimpinan.
- Sangat
aktif dalam menentukan arah kegiatan dari sebuah organisasi dimanapun dia
berada.
- Mengumpulkan
barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat
mencerminkan prestise.
- Sangat
peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau
organiasi.
2. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang
dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa
manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu:
1. Kebutuhan
fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar,
haus, istirahat dan sex;
2. Kebutuhan rasa
aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan
tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual;
3. Kebutuhan akan kasih
sayang (love needs);
4. Kebutuhan akan harga
diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam
berbagai simbol-simbol status; dan
5. Atualisasi diri (self
actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi
kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan)
kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan
menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula
dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi
kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas
kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia
merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak
hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual
dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang
unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin
dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau
“koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang
dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan.
Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu
tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan
seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia,
berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam
hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan
papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang
merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia
makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan
tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha
pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya,
sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin
menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan
sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu
ditekankan bahwa:
- Kebutuhan
yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang
akan datang;
- Pemuasaan
berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari
pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam
pemuasannya.
- Berbagai
kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya
suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam
pemenuhan kebutuhan itu.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat
teoritis, namun telah memberikan fondasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori
motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat
aplikatif.
3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG”)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori
Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu: E = Existence (kebutuhan
akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk
berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan
akan pertumbuhan)
Jika makna tiga istilah
tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual
terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan
Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki
pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan
hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung
makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori
Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan
pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan
tampak bahwa:
- Makin
tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan
untuk memuaskannya;
- Kuatnya
keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila
kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
- Sebaliknya,
semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin
besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia.
Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri
pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan
perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Frederick Herzberg (1923-2000), adalah seorang ahli psikolog
klinis dan dianggap sebagai salah satu pemikir besar dalam bidang manajemen dan
teori motivasi. Frederick I Herzberg dilahirkan di Massachusetts pada 18 April
1923. Sejak sarjana telah bekerja di City College of New York. Lalu tahun 1972,
menjadi Profesor Manajemen di Universitas Utah College of Business. Hezberg
meninggal di Salt Lake City, 18 Januari 2000.
Teori
Dua Faktor Hezberg
Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990 : 177) mengemukakan
teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator.
Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah
(fisik, rasa aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan
aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi
individu adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.
Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan,
administrasi perusahaan, dan gaji yang memadai dalam suatu pekerjaan akan
menentramkan karyawan. Bila faktor-faktor ini tidak memadai maka orang-orang
tidak akan terpuaskan (Robbins,2001:170).
Menurut
hasil penelitian Herzberg ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam
memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990 : 176) yaitu :
1. Hal-hal
yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi,
bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya
pengakuan atas semua itu.
2. Hal-hal
yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor yang bersifat
embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat
dan lain-lain sejenisnya.
3. Karyawan
akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi
sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.

Herzberg
menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua
faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :
1. Maintenance
Factors. Adalah faktor-faktor pemeliharaan
yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman
badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung
terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah
dipenuhi.
2. Motivation
Factors. Adalah faktor motivator yang
menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam
melakukan pekerjaan. Factor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan
terhadap pribadi yang berkaitan langsung denagn pekerjaan.
Penerapan Teori Dua
Faktor Herzberg Dalam Organisasi
Dalam kehidupan
organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat penting
artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal ini
dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1994 : 173) sebagai berikut :
1. Motivasi sebagai suatu
yang penting (important subject) karena peran pemimpin itu sendiri
kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak boleh tidak harus bekerja
bersama-sama dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu diperlukan
kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan.
2. Motivasi sebagai suatu
yang sulit (puzzling subject), karena motivasi sendiri tidak bisa
diamati dan diukur secara pasti. Dan untuk mengamati dan mengukur motivasi
berarti harus mengkaji lebih jauh perilaku bawahan. Disamping itu juga
disebabkan adanya teori motivasi yang berbeda satu sama lain.
Untuk memahami motivasi karyawan digunakan teori motivasi dua arah yang
dikemukakan oleh Herzberg:
Pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan
atau pegawai pemerintahan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi
Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya.
Kedua, teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow,
khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan. Teori
ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg tahun 1966 yang merupakan pengembangan
dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow.
Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi
dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari
teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan
dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model
aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999 : 13).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika
Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua
faktor (Cushway and Lodge, 1995 : 138). Menurut teori ini ada dua faktor yang
mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation
factor) yang disebut juga dengan satisfier atauintrinsic
motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga
disebut disatisfier atauekstrinsic motivation.
Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan
termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang
timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu
daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi
tempatnya bekerja.
Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan
yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan
tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan
disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi.
Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung
melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya
diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (dalam
Sondang, 2002 : 107).
Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg
adalah: pekerjaan itu sendiri (the work it self), prestasi yang diraih (achievement),
peluang untuk maju (advancement), pengakuan orang lain (ricognition),
tanggung jawab (responsible).
Menurut Herzberg faktor hygienis/extrinsic factor tidak
akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika
faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti
gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat
menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 : 139).
Sedangkan faktor motivation/intrinsic factor merupakan
faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi
pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan
seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah
(hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13).
Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor
motivasi dan ini mendapat kritikan oleh para ahli. Pekerjaan kerah biru sering
kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh
dari pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar
mereka.
5. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak
pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara
usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima.
Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang
diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
- Seorang
akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
- Mengurangi
intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi
tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan
persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai
pembanding, yaitu:
- Harapannya
tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan
kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan
pengalamannya;
- Imbalan
yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat
pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
- Imbalan
yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama
serta melakukan kegiatan sejenis;
- Peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang
merupakan hak para pegawai.
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para
pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai
persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila
sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi,
seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya
kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan
dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan
pegawai ke organisasi lain.
6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam
mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b)
tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan
(d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.
7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation”
mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut
teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh
seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada
hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan
sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan
akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa
jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu
cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang
diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya
itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori
harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya
bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang
diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan
keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan
bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya,
apalagi cara untuk memperolehnya.
Contohnya adalah jika seseorang menginginkan sesuatu maka ia akan
berusaha untuk mencapai nya agar harapannya itu bisa tercapai. Misalnya adalah
seorang staff /karyawan biasa menginginkan untuk menjadi seorang direktur dalam
sebuah perusahaan, namun untuk menjadi direktur dalam perusahaan tersebut sangat lah sulit, karna
persaingan yang sangat ketat dan disiplin. Karena staff ini menginginkan
jabatan tersebut maka ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan
jabatan tersebut, dengan cara bekerja lebih giat, mempunyai motivasi yang
tinggi, lebih disiplin, dan meningkat kan kinerja bekerjanya dari yang biasanya.
8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku (Reinforcement
Theory)
Teori ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
M = f ( R & C ) M = Motivasi
· R = Reward (penghargaan) -
primer/sekunder
· C =
Consequens (Akibat) - positif/negative
Motivasi seseorang bekerja tergantung pada reward yang diterimanya dan
punishment yang akan dialaminya nanti (Arep Ishak & Tanjung Hendri,
2003:35-37).
Penguatan adalah segala sesuatu yang digunakan seorang pimpinan untuk
meningkatkan atau mempertahankan tanggapan khusus individu. Jadi menurut
teori ini, motivasi seseorang bekerja tergantung pada penghargaan yang
diterimanya dan akibat dari yang akan dialaminya nanti. Teori ini menyebutkan
bahwa perilaku seorang di masa mendatang dibentuk oleh akibat dari perilakunya
yang sekarang.
Jenis reinforcement ada empat, yaitu: (a) positive reinforcement (penguatan
positif), yaitu penguatan yang dilakukan ke arah kinerja yang positif; (b) negative
reinforcement (penguatan negatif), yaitu penguatan yang dilakukan karena
mengurangi atau menghentikan keadaan yang tidak disukai. Misalnya,
berupaya cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan karena
tidak tahan mendengar atasan mengomel terus-menerus;
(c) extinction (peredaan), yaitu tidak mengukuhkan
suatu perilaku, sehingga perilaku tersebut mereda atau punah sama sekali. Hal
ini dilakukan untuk mengurangi perilaku yang tidak diharapkan; (d) punishment,
yaitu konsekuensi yang tidak menyenangkan dari tanggapan perilaku
tertentu.
Reward adalah pertukaran (penghargaan) yang diberikan perusahaan
atau jasa yang diberikan penghargaan, yang secara garis besar terbagi dua
kategori, yaitu: (a) gaji, keuntungan, liburan; (b) kenaikan pangkat dan jabatan,
bonus, promosi, simbol (bintang) dan penugasan yang menarik.
Sistem yang efektif untuk pemberian reward
(penghargaan) kepada para karvawan harus: (a) mcmenuhi kebutuhan
pegawai; (b) dibandingkan dengan reward yang diberikan oleh perusahaan
lain; (c) di distribusikan secara wajar dan adil; (d) dapat diberikan dalam
berbagai bentuk; (e) dikaitkan dengan prestasi.
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat
digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan
seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat
subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak
seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku
dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut
berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang
menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai
konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang
mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru
tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik
tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada
kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi
perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih
teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya
dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah,
yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian
hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang
datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai
ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan
sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada
modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi
perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu
diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi
pula.
9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang
sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para
ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang
terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi
satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model
tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan
prestasi seseorang individu.
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada
faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b)
harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan
kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain
ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang
bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya;
(e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
Tukang Becak Berkurban Seekor Sapi
Tukang Becak Berkurban Seekor Sapi
Pasuruan (SI Online) – Subhanallah, luar biasa.
Seorang tukang becak asal Pasuruan bernama Bambang (51), berkurban seekor sapi
seharga Rp 13.000.000. Warga jalan Pucangan no 9 RT 4 RW 4, Kelurahan
Purworejo, Kecamatan Purworejo, ini mengaku mengumpulkan uang selama lebih dari
lima tahun, hingga akhirnya dia bisa membeli seekor sapi. Ada yang cukup unik
cara Bambang menyimpan uang. Pria yang mengaku sudah bekerja menjadi penarik
becak sejak masih muda ini, tak pernah menyimpan uangnya di bank. Selama ini,
dia menyimpan uangnya di bawah tempat duduk atau jok becaknya. Alasannya, dia
merasa lebih aman menyimpan di jok becaknya.Sebab, dengan begitu dia dapat
memantau uangnya setiap saat. “Kalau di bank takut kena rampok, kalau di jok
kan tersamar,” kata Bambang dengan polos, saat ditemui Suryaonline
(Tribunnews.com Network), Senin (14/10/2013) siang di rumahnya.
Tepat, di bawah jok becaknya, terdapat kotak dengan
lubang kecil untuk memasukan uang. Uang kertas hasil dari menarik becak, ia
gulung hingga menyerupai sebatang rokok kemudian, dia masukan ke dalam lubang
itu. Saat pulang ke rumah, ia melepas jok tersebut, dan ia simpan di dalam
rumah. Terkadang, apabila dia membutuhkan uang dia terpaksa membuka kotak kayu
itu dengan obeng, kemudian dia pasang kembali. “Kadang kalau butuh uang untuk
bayar sekolah atau uang belanja istri, ya saya congkel pakai obeng. Trus saya
lem kembali,” kata ayah satu orang anak ini.
Selama ini dia tak pernah menghitung uang yang dia
masukan dalam celengan pribdinya itu. Dia juga mengaku tak menyangka, uang yang
dia kumpulkan mencapai Rp 13.000.000. “Saya masukan saja, kadang Rp 1000,
kadang Rp 50.000, kadang Rp 100.000, nggak pasti. Kemarin dibuka ternyata pas
Rp 13.000.000,” terangnya. Ia mengatakan, kurban pada tahun ini, bukanlah kurban
yang pertama. Bambang mengaku, sudah tiga kali berkurban, yang pertama dia
berkurban seekor kambing, dan tepat pada 2012, tahun lalu dia berkurban dua
ekor kambing.
Kedepan, jika diberi umur dan kesehatan, Bambang
mengatakan akan berkuban sapi kembali. Sebenarnya, dia juga mempunyai cita-cita
naik haji, hanya saja dia takut karena tidak bisa membaca dan menulis. Sementara
itu, Takmir Masjid Al-Iklhas RT 04 RW 04 , Kelurahan Purworejo, Kecamatan
Purworejo, Nursalim Jamil mengatakan, di kampung tersebut, hanya satu warga
yang berkurban sapi. “Kalau di RT 04, ya cuma Pak Bambang saja yang berkurban
sapi,” kata Jamil.
Jamil menambahkan, rencananya, sapi yang dikurbankan
oleh Bambang, akan dirias dan diarak, setelah sholat Ied sebelum disembelih. Tujuannya,
kata Jamil, sapi tersebut diarak dengan maksud sebagai syiar, agar masyarakat
sekitar terinspirasi dan termotivasi untuk berkurban.
*Bambang menyerahkan sapi kurbannya kepada takmir
masjid Al-Iklhas RT 04 RW 04 , Kelurahan Purworejo, Kecamatan Purworejo.
Bagaimana menurut anda cerita diatas???apakah memotivasi ada untuk selalu berbagi atau berkurban untuk orang lain?? Menurut saya, dari artikel ini kita dapat memotivasi diri sendiri untuk selalu berbagi kepada orang tidak mampu dalam bentuk apapun. salah satunya Pak Bambang ini yang bertahun-tahun menabung untuk berkurban. (Ia mengatakan, kurban pada tahun ini, bukanlah kurban yang pertama. Bambang mengaku, sudah tiga kali berkurban, yang pertama dia berkurban seekor kambing, dan tepat pada 2012, tahun lalu dia berkurban dua ekor kambing.
Kedepan, jika diberi umur dan kesehatan, Bambang mengatakan akan berkuban sapi kembali. Sebenarnya, dia juga mempunyai cita-cita naik haji, hanya saja dia takut karena tidak bisa membaca dan menulis.) Dari perkataan Pak Bambang ini saya melihat beliau memiliki harapn serta motivasi yang tinggi untuk bekerja keras dan menabung untuk keluarga dan orang lain. Terbukti bahwa beliau sebelumnya pernah menyumbang 2ekor kambing dan berniat untuk berkurban kembali tahun depan. Dari artikel ini marilah kita memotivasi diri sendiri agar tetap selalu optimis dan bekerja keras untuk kehidupan dan berbagi sesama.
DESKY AVIANTY FURY
KELAS : 3PA08 / 11511892
SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar