DESKY AVIANTY FURY
KELAS
: 3PA08
NPM
: 11511892
Definisi Komunikasi
Menurut Webster New Collogiate
Dictionary dijelaskan bahwa komunikasi adalah “suatu proses pertukaran
informasi di antara individu melalui system lambang-lambang, tanda-tanda atau
tingkah laku”. Ada yang berpendapat komunikasi adalah sebuah proses penyampaian
pesan dari komunikator kepada komunikan melalui saluran terntentu.
Pada dasarnya komunikasi merupakan
proses komunikasi dua arah, komunikasi tidak hanya berupa memberitahukan dan
mendengarkan saja, komunikasi harus mengandung pembagian ide, pikiran, fakta
atau pendapat.
Definisi komunikasi secara umum adalah
suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang
terjadi di dalam diri seseorang atau di antara dua orang atau lebih dengan
tujuan tertentu.
Terdapat beberapa definisi tentang komunikasi dari
beberapa para ahli, diantaranya:
Weaver mendefinisikan komunikasi adalah
seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran
orang lain.
Harold Lasswell mendefinisikan
komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa”,
“mengatakan apa”, “dengan saluran apa”, “kepada siapa”, “dan dengan akibat apa”
atau “hasil apa”. (who says what in which channel to whom and with what effect)
Definisi Lasswell, secara eksplisit dan kronologis menjelaskan
tentang lima komponen yang terlibat dalam komunikasi, yaitu:
1.
Siapa (pelaku
komunikasi pertama yang mempunyai inisiatif atau sumber)
2.
Mengatakan apa (isi
informasi yang disampaikan)
3.
Kepada siapa (pelaku
komunikasi lainnya yang dijadikan sasaran penerima)
4.
Melalui saluran apa
(saluran atau alat apa yang digunakan dalam
penyampaian informasi)
5.
Dengan akibat atau
hasil apa (hasil yang terjadi pada diri penerima)
Definisi dari Hovland Cs, memberikan
penekanan bahwa tujuan komunikasi adalah mengubah atau membentuk perilaku.
Hovland, Janis dan Kelley menjelaskan, komunikasi adalah suatu proses melalui
mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk
kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak).
Wilbur Schrarmm menyatakan komunikasi
sebagai suatu proses berbagi (sharing proses), Schrarmm menguraikannya
demikian:
“Komunikasi berasal dari kata-kata
(bahasa) latin communis yang berarti umum (common) atau bersama. Apabila kita
berkomunikasi, sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan
(commonness) dengan seseorang. Yaitu kita berusaha berbagi informasi, ide, dan
sikap. Seperti dalam uraian ini, misalnya saya sedang berusaha berkomunikasi
dengan para pembaca untuk menyampaikan ide bahwa hakikat sebuah komunikasi
sebenarnya adalah usaha membuat penerima atau pemberi komunikasi memilki
pengertian (pemahaman) yang sama terhadap pesan tertentu.
Dari uraian Schrarmm itu dapat
disimpulkan bahwa sebuah komunikasi yang berhasil melahirkan kebersamaan
(commonness); kesepahaman antara sumber (source) dengan penerima
(audience-receiver)-nya. Sebuah komunikasi akan benar-benar efektif apabila
audience menerima pesan, pengertian dan lain-lain persis sama seperti apa yang
dikehendaki oleh penyampai.
Dimensi Komunikasi
1. Komunikasi sebagai proses
Jika komunikasi dipandang sebagai
proses, komunikasi yang dimaksud adalah suatu kegiatan yang berlangsung secara
dinamis. Sesuatu yang didefinisikan sebagai proses berarti unsur-unsur yang ada
didalamnya bergerak aktif dinamis dan tidak tetap.
Dan dikatakan proses pun juga berarti
unsur-unsurnya memang bersifat aktif. Mari kita menelaah dari konteks
komunikasi antarpribadi dengan komunikasi massa mana yang disebut proses.
Apabila ditelaah dalam komunikasi
antarpribadi yang disebut atau yang menunjukkan proses adalah saat dimana
adanya kegiatan pengiriman pesan pada satu orang ke orang yg lain. Mulai dari
adanya sebuah informasi lalu ada sender yang memberikan informasi dan adapula
receiver yang mendapatkan informasi nah, ketika informasi itu berjalan mulai
dari adanya hal yang akan disampaikan hingga diterima receiver itulah disebut
proses.
2. Komunikasi sebagai simbolik
Simbol dapat dinyatakan dalam bentuk
bahasa lisan atau tertulis (Verbal) maupun melalui isyarat – isyarat tertentu
(non- Verbal). Simbol disini berarti sebuah tanda atau lambang hasil kreasi
manusia atau bisa dikatakan sebuah tanda hasil kreasi manusia yang dapat
menunjukkan kualitas budaya manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya. Dalam
pernyataan “kualitas budaya manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya” dapat
ditelaah kembali bahwa banyak faktor yang mempengaruhi adanya simbol itu
sendiri yaitu :
• Faktor budaya
• Faktor psikologis.
• Faktor budaya
• Faktor psikologis.
Sehingga meskipun pesan yang disampaikan
sama tetapi bisa saja berbeda arti bilamana individu yang menerima atau
receiver nya mempunyai kerangka berpikir berbeda begitu juga latar belakang
budayanya.
Simbol dalam bentuk tertulis banyak sekali contohnya : puisi, syair, cerpen, novel, karya sastra lain, ataupun media cetak koran, majalah dan sebagainya yang tertuang dari rangkaian-rangkaian kata hitam di atas putih dan sejenisnya, itu semua sudah disebut komunikasi meskipun tidak langsung bertemu dengan si penulis atau bahkan berhadapan langsung dengan sender namun komunikasi dengan bentuk tertulis. Berikut contoh komunikasi dengan non verbal atau dalam bentuk perilaku.
Simbol dalam bentuk tertulis banyak sekali contohnya : puisi, syair, cerpen, novel, karya sastra lain, ataupun media cetak koran, majalah dan sebagainya yang tertuang dari rangkaian-rangkaian kata hitam di atas putih dan sejenisnya, itu semua sudah disebut komunikasi meskipun tidak langsung bertemu dengan si penulis atau bahkan berhadapan langsung dengan sender namun komunikasi dengan bentuk tertulis. Berikut contoh komunikasi dengan non verbal atau dalam bentuk perilaku.
· Menganggukan kepala yang berarti setuju,
· Menggelengkan kepala yang berarti tidak
setuju,
· Melambaikan tangan kepada orang lain, yang
berarti seseorang tersebut sedang memanggilnya untuk datang kemari.
3. Komunikasi sebagai system.
Sistem sering kali didefinisikan sebagai
suatu aktivitas dimana semua komponen atau untuk yang mendukungnya saling
berinteraksi satu sama lain dalam menghasilkan luaran atau dengan kata lain
seperangkat komponen yang bergantung artinya mengikuti permainan yang ada, sistem
terbagi atas 2 :
• Sistem terbuka : dimana prosesnya terbuka dan pengaruh lingkungan yang ada disekitarnya.
• Sistem tertutup : prosesnya tertutup dari pengaruh luar (lingkungan).
• Sistem terbuka : dimana prosesnya terbuka dan pengaruh lingkungan yang ada disekitarnya.
• Sistem tertutup : prosesnya tertutup dari pengaruh luar (lingkungan).
Dari segi bentuknya ada sistem terbuka
dan tertutup yang mebedakan adalah sistem terbuka dimana prosesnya terbuka
tergantung pengaruh lingkungan sekitarnya, dan sistem tertutup prosesnya
tertutup dari pengaruh lingkungan luar. Contoh :
Penelitian atau uji coba makanan yang tidak boleh ada pengaruh dari luar, seperti : debu, musim, cuaca. Dan hasilnya sudah pasti dapat diantisipasi.(sistem tertutup)Memilih agama yang dianut banyak sekali pengaruh dari luar seperti : pihak keluarga, lingkungan mayoritas penduduk menganut apa? latar belakang budaya. (sistem terbuka)
Penelitian atau uji coba makanan yang tidak boleh ada pengaruh dari luar, seperti : debu, musim, cuaca. Dan hasilnya sudah pasti dapat diantisipasi.(sistem tertutup)Memilih agama yang dianut banyak sekali pengaruh dari luar seperti : pihak keluarga, lingkungan mayoritas penduduk menganut apa? latar belakang budaya. (sistem terbuka)
Lalu apa kaitannya
dengan proses komunikasi, seperti yang saya jelaskan tadi di atas bahwa
komunikasi sebagai sistem berarti memiliki komponen-komponen atau unsur yang
saling berkaitan satu sama lain yaitu, sender, message, receiver, media,
signal,etc. Apabila itu semua ada yang tidak berfungsi atau mengalami gangguan
maka informasi atau komunikasi yang berjalan tidak akan berhasil sesuai harapan
atau bahkan bisa terjadi. Karena keterikatan komponen antara satu dengan yang
lainnya akan meng hasilkan feedback loops atau umpan balik dan hasilnya
merupakan kerja sama dari semua komponen yang ada (synergic).
4. Komunikasi
sebagai transaksional.
Komunikasi tidak pernah terjadi tampa
melibatkan orang lain, dalam proses yang demikian akan timbul action dan
interaction diantara para pelaku komunikasi.
5. Komunikasi sebagai aktivitas social.
Hubungan antar sesama manusia, untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya atau untuk kepentingan aktualitas diri dalam
membicarakan masalah-masalah politik, sosial, budaya, seni dan teknologi.
6. Komunikasi sebagai multidimensional.
Kalau komunikasi dilihat dari perspektif
multidimensional ada 2 tingkatan yang dapat diidentifikasikan yakni dimensi isi
(contet dimension) dan dimesi hubungan (relationship dimension). Dimensi isi :
lebih menunjukkan pada kata, bahasa dan informasi yang dibawa pesan. Jadi
seperti orang madura berbicara dengan orang jawa pasti bahasa yang mereka
gunakan pun juga berbeda disinilah dimensi isi menunjukkan hal tersebut dalam
komunikasi.
Dimensi hubungan : menunjukkan bagaimana
proses komunikasi berinteraksi satu sama lain. Masih dengan contoh diatas
dimensi hubungan menunjukkan bagaimana mereka berinteraksi, media apa yang
mereka gunakan, apakah ada bahasa tubuh atau simbol-simbol yang digunakan. Itu
dilihat dari dimensi hubungan. Asumsi dasar hubungan multidimensional adalah
bahwa sumber tidak hanya mempengaruhi pesan, tetapi juga bisa mempengaruhi
komponen yang lainnya.
Leadership
·
Pengertian Leadership
Seorang pribadi yang memiliki kecakapan
dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu
mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Pemimpin adalah seorang
pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan - khususnya kecakapan-kelebihan
di satu bidang , sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu beberapa tujuan.
(Kartini Kartono, 1994 : 181).
Teori Kepemimpinan
Stephen P. Robins (1998:347) memberikan
definisi kepemimpinan sebagai berikut: Kepemimpinan
adalah kemampuan untuk mempengaruhi anggota kelompok dalam mencapai tujuan
perusahaan.
Gibson (1991) memberikan definisi
kepemimpinan sebagai berikut: kemampuan
untuk mempengaruhi orang-orang yang berada dalam kelompoknya agar mau bertindak
sesuai dengan yang diinginkannya untuk mencapai tujuan kelompok.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan
bahwa kepemimpinan adalah suatu kemampuan untuk mempengaruhi orang-orang yang
berbeda dalam kelompoknya agar mau bertindak sesuai dengan yang diinginkannya
untuk mencapai tujuan kelompok. Teori perilaku kepemimpinan adalah teori yang
mengemukakan bahwa perilaku spesifik membedakan pemimpin dari yang bukan
pemimpin.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa teori kepemimpinan membahas tentang pimpinan yang efektif penting untuk
mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan kelompok/perusahaan/organisasi.

Teori-teori proses motivasi antara lain,
teori X dan Y dari McGregor, teori penentuan sasaran (goal se tting theory),
teori keadilan (equity theory) dan teori pengharapan (expectation theory).
Teori-teori proses motivasi ini banyak digunakan ahli manajemen untuk mendorong
para manajer menggunakannya didalam praktik manajemen (Tampubolon 2008)
Teori X dan Teori Y
Douglas McGregor mengajukan dua pandangan yang berbeda
me ngenai manusia yaitu seseorang itu pada dasarnya bersifat negatif, diberi
nama teori X. dan yang lainnya pada dasarnya bersifat positif, diberi nama
teori Y.
Dalam teori X terdapat empat asumsi yang diyakini oleh
manajer yaitu:
1.
Karyawan tidak suka
bekerja dan bilamana mungkin, akan berusaha menghindarinya.
2.
Karena para karyawan
tidak suka bekerja, mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan
hukuman untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3.
Para karyawan akan
mengelakkan tanggung jawab dan sedapat mungkin hanya mengikuti perintah formal.
4.
Kebanyakan pekerja
mengutamakan rasa aman (agar tidak ada alasan untuk dipecat) diatas semua
faktor dan hanya menunjukkan sedikit ambisi.
Dalam teori Y, terdapat empat asumsi berlawanan yang
diyakini oleh manajer yakni:
1.
Para karyawan
memandang pekerjaan sama alamiahnya dengan istirahat
dan bermain.
2.
Seorang yang memiliki
komitmen pada tujuan akan melakukan pengarahan
dan pengendalian diri.
3.
Seorang yang
biasa-biasa saja dapat belajar untuk menerima, bahkan
mencari tanggung jawab.
4.
Kreativitas yaitu
kemampuan untuk membuat keputusan yang baik.
Teori Pencapaian Sasaran (goal setting theory)
Teori pencapaian sasaran sangat spesifik
jika diliha t dari tingkat kesulitan didalam pencapaian sasaran serta umpan
baliknya karena didalam pencapaian mempunyai standar performa yang tinggi.
Teori penentuan tujuan mengisyaratkan bahwa seorang individu berkomitmen pada
tujuan tersebut yang berarti seorang individu memutuskan untuk tidak
merendahkan atau mengabaikan tujuan tersebut.
Berdasarkan prilaku, ini berarti bahwa seorang
individu:
1.
Yakin ia bisa mencapai
tujuan tersebut dan
2.
Ingin mencapainya
Teori Keadilan (equity theory)
Teori keadilan menguraikan bahwa setiap
individu didalam melaksanakan pekerjaanya selalu membandingkan antara input
tugas dan hasil, beserta yang lainnya didalam pertanggung jawabannya, serta
berusaha mengatasi ketidakseimbangan beban tugasnya. Rujukan yang dipilih oleh
seorang karyawan menambah kerumitan teori keadilan (equity theory). Inilah
empat perbandingan rujukan yang bisa digunakan oleh seorang karyawan.
1.
Diri-di dalam,
pengalaman-pengalaman seorang karyawan dalam posisi
yang berbeda di dalam organisasi karyawan
tersebut pada saat ini.
2.
Diri-di luar,
pengalaman-pengalaman seorang karyawan dalam posisi atau
situasi diluar organisasi karyawan tersebut pada saat
ini.
3.
Individu lain-di dalam
, individu atau kelompok individu lain di dalam
organisasi karyawan tersebut.
4.
Individu lain-di luar,
individu atau kelompok individu lain di luar
organisasi karyawan tersebut.
Berdasarkan teori keadilan, ketika
karyawan merasakan ketidakadilan, mereka bisa diperkirakan akan memilih satu
dari enam pilihan berikut:
1.
Mengubah
masukan-masukan mereka (misalnya, jangan mengerahkan usaha
sebanyak itu)
2.
Mengubah hasil-hasil
mereka (misalnya, individu-individu yang dibayar
berdasarkan tarif per bagian bisa meningkatkan imbalan
kerja mereka dengan memproduksi kuantitas yang lebih rendah)
3.
Mengubah
persepsi-persepsi diri (misalnya, ”Saya biasanya berpikir saya
bekerja den gan kecepatan sedang tetapi sekarang saya
sadar bahwa saya bekerja jauh lebih
keras daripada siapapun.”)
4.
Mengubah
persepsi-persepsi individu lain (misalnya, “Pekerjaan Mike
sudah tidak begitu diinginkan seperti yang saya kira
sebelum nya.”)
5.
Memilih rujukan yang
berbeda (misalnya, “Mungkin saya tidak
mendapatkan penghasilan sebanyak kakak ipar laki-laki
saya, tetapi saya
bekerja jauh lebih baik dari pada ayah saya ketika ia
seumuran saya.”)
6.
Meninggalkan bidang
tersebut (misalnya, meninggalkan pekerjaan
tersebut). (Robbins & Judge, 2008)
Teori tersebut menentukan pernyataan
konsep yang berhubungan dengan imbalan kerja yang tidak adil sebagai berikut:
1.
Dengan imbalan kerja
yang ada pada saat itu, karyawan-karyawan yang
dibayar terlalu tinggi akan bekerja lebih banyak
daripada karyawan-
karyawan yang dibayar dengan adil.
2.
Dengan imbalan kerja
menurut kuantitas produksi, karyawan-karyawan
yang dibayar terlalu tinggi akan memproduksi unit-unit
yang lebih sedikit
tetapi dengan kualitas yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan
karyawan-karyawan yang dibayar dengan adil.
3.
Dengan imbalan kerja
pada saat itu, karyawan-karyawan yang dibayar
terlalu rendah menghasilkan kualitas hasil yang lebih
buruk.
4.
Dengan imbalan kerja
menurut kuantitas produksi, karyawan-karyawan
yang dibayar terlalu rendah akan menghasilkan banyak
unit berkualitas
rendah bila dibandingkan karyawan-karyawan yang
dibayar dengan adil.
Teori Pengharapan (expectancy theory)
Teori pengharapan m erupakan tendensi
kekuatan untuk me lakukan sesuatu dengan kebebasan menjadi suatu penciptaan
kekuatan pengharapan untuk mendapatkan hasil yang menarik bagi penghasilan
individu. Teori ini terfokus pada tiga efek hubungan, yaitu:
1.
Usaha (effort),
hubungannya dengan perform a (performance)
2.
Performa
(performance), hubungannya dengan pengharapan (expectancy)
3.
Pengharapan
(expectancy), berhubungan dengan sasaran (goal’s).
Teori X dan Y dari Dauglas Mxgregor
1.
TeoriX
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia
adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari
pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi
yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta
jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi,
diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan
perusahaan.
2.
TeoriY
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat
manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu
terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian
serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki
kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan
prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan
segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.
Penelitian teori x dan y menghasilkan teori gaya kepemimpinan ohio state yang membagi kepemimpinan berdasarkan skala pertimbangan dan penciptaan struktur.
Penelitian teori x dan y menghasilkan teori gaya kepemimpinan ohio state yang membagi kepemimpinan berdasarkan skala pertimbangan dan penciptaan struktur.
Empat Sistem – Rensis Likert
Gaya kepemimpian yaitu sikap dan
tindakan yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi bawahan. Ada dua macam gaya
kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan.
Dalam gaya yang ber orientasi pada tugas ditandai oleh beberapa hal sebagai
berikut:
- Pemimpin memberikan petunjuk kepada bawahan.-
Pemimpin selalu mengadakan pengawasan secara ketat terhadap bawahan.
- Pemimpin meyakinkan kepada bawahan bahwa tugas-tugas
harus dilaksanakan sesuaidengan keinginannya.
- Pemimpin lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas
daripada pembinaan dan pe-ngembangan bawahan. Sedangkan gaya kepemimpinan yang
berorientasi kepada karyawan atau bawahanditandai dengan beberapa hal sebagai
berikut.
- Pemimpin lebih memberikan motivasi daripada
memberikan pengawasan kepadabawahan.
- Pemimpin melibatkan bawahan dalam
pengambilan keputusan.
- Pemimpin lebih bersifat kekeluargaan, saling percaya
dan kerja sama, salingmenghormati di antara sesama anggota kelompok. Sebagai
pengembangan, maka para ahli berusaha dapat menentukan mana di antarakedua gaya
kepemimpinan itu yang paling efektif untuk kepentingan organisasi
atauperusahaan. Salah satu pendekatan yang dikenal dalam menjalankan gaya
kepemimpinanadalah ada empat sistem manajemen yang dikembangkan oleh Rensis
Likert.
Empat sistemtersebut terdiri dari:
- Sistem 1, otoritatif dan eksploitif:manajer membuat
semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintahpara bawahan untuk
melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secarakaku ditetapkan oleh
manajer.
- Sistem 2, otoritatif dan benevolent:manajer tetap
menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasanuntuk memberikan
komentar terhadap perintah-perintah tersebut. berbagai fleksibilitas untuk
melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas danprosedur-prosedur yang
telah ditetapkan.
- Sistem 3, konsultatif:manajer menetapkan
tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu didiskusikan
dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan - keputusan mereka
sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk
memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
- Sistem 4, partisipatif:adalah sistem yang paling
ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan.
Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok.
Bila manajer secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah
mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk
memotivasi bawahan, manajer tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan
ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan
dan penting.
Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannenbaum
& Scimidth
Bagaimana bisa seorang manajer
mengatakan gaya manajemen apa yang digunakan? Pada tahun 1957, Robert
Tannenbaum dan Warren Schmidt menulis salah satu artikel yang paling
revolusioner yang pernah muncul dalam The Harvard Business Review. Artikel ini,
berjudul “Bagaimana Memilih sebuah Pola Kepemimpinan, adalah signifikan dalam
bahwa itu menunjukkan gaya kepemimpinan adalah pilihan manajer. Di bagian atas
diagram di bawah ini anda akan melihat akrab “Hubungan Oriented” dan “Tugas
Berorientasi” kontinum, yang juga diberi label “Demokrasi” dan “otoriter.”
Diagram menunjukkan dimensi lain: “Sumber Otoritas”. Pada akhir demokratis diagram, manajer memungkinkan kebebasan karyawan. Pada akhir otoriter diagram kita melihat bahwa manajer adalah satu-satunya sumber otoritas. Kita pergi dari otoritas buruh untuk otoritas manajer.
Diagram menunjukkan dimensi lain: “Sumber Otoritas”. Pada akhir demokratis diagram, manajer memungkinkan kebebasan karyawan. Pada akhir otoriter diagram kita melihat bahwa manajer adalah satu-satunya sumber otoritas. Kita pergi dari otoritas buruh untuk otoritas manajer.
Berkaitan dengan masalah gaya
kepemimpinan dan dengan pertanyaan seperti manajer dapat demokratis terhadap
bawahan, namun mempertahankan otoritas yang diperlukan dan kontrol. untuk
tujuan analisis mereka telah menghasilkan sebuah kontinum perilaku kepemimpinan
mulai dari autoritarian styeles di satu ekstrem ke gaya demokratis di sisi
lain, yang mereka sebut bos s-berpusat dan berpusat pada bawahan tidak seperti
orang lain model kepemimpinan berusaha untuk menyediakan kerangka kerja untuk
analisis dan pilihan individu.
Para penulis mengusulkan tiga faktor
utama yang menjadi pilihan tergantung pola kepemimpinan:
1. kekuatan di manajer (egattitudes,
kepercayaan, nilai-nilai)
2. kekuatan di bawahan (egtheir sikap,
kepercayaan, nilai dan harapan dari
pemimpin)
3. kekuatan dalam situasi (egpreasure
dan kendala yang dihasilkan oleh tugas
tugas, iklim organisasi dan lain-lain
faktor extrancous).
Tujuh “pola kepemimpinan” yang
diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola kepemimpinan ditandai dengan
angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi
definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan.
Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin.Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.
Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin.Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.
1.
Kepemimpinan Pola 1:
“Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas
batas yang ditentukan oleh superior.”
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.
2.
Kepemimpinan Pola 2:
“Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan
meminta kelompok untuk membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik
3.
Kepemimpinan Pola 3:
“Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok
menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
4.
Kepemimpinan Pola 4:
“Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk
kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.”
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
5.
Kepemimpinan Pola 5:
“Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang
pertanyaan.”
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
6.
Kepemimpinan Pola 6:
“Para pemimpin membuat keputusan kemudian
meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.”
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.
7.
Kepemimpinan Pola 7:
“Para pemimpin membuat keputusan dan
mengumumkan ke grup.”
Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim
Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim
Sumber :
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu
kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi
intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang
dengan situasi tertentu yang dihadapi. Menurut Robbins (2001:166)
menyatakan definisi dari motivasi yaitu kesediaan untuk mengeluarkan tingkat
upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan
upaya itu untuk memenuhi beberapa kebutuhan individual.
Pengertian prestasi menurut Murray (dalam
J. Winardi, 2004):”...Melaksanakan tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai,
memanipulasi atau mengorganisasi objek-objek fiskal, manusia atau ide-ide untuk
melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin sesuai
kondisi yang berlaku. Mencapai
perporman puncak untuk
diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan
kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil”
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan
banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam
konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang
motivasi telah sejak lama memiliki daya
tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama
dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa
untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator,
diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada
kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan
kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat
aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat
kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang
dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Dibawah ini, kita akan membahas beberapa macam teori berprestasi.
1. Teori Motivasi
Beprestasi dari McClelland
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi
atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa
motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan
prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan
prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau
pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek
fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan
seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala,
mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu
menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui
penerapan bakat secara berhasil.”
Need menurut
McClelland dibagi atas tiga:
a) Need For
achievement. Ada beberapa orang yang memiliki
dorongan yang kuat untuk berhasil. Mereka lebih mengejar prestasi pribadi
daripada imbalan terhadap keberhasilan. Mereka bergairah untuk melakukan
sesuatu lebih baik dan lebih efisien jika dibandingkan dengan hasil sebelumnya.
Ciri-ciri:
·
Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan
kreatif.
·
Mencari feedback tentang perbuatannya.
·
Memilih resiko yang sedang di dalam
perbuatannya.
·
Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatannya.
b) Need for affiliation. Kebutuhan akan kehangatan dan sokongan
dalam kehidupannya atau hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini akan
mengarahkan tingkah laku individu untuk melekukan hubungan yang akrab dengan
orang lain. Orang-orang dengan need affiliationyang tinggi ialah
orang yang berusaha mendapatkan persahabatan.
Ciri-ciri:
·
Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada
dalam pekerjaannya daripada segi tugas-tugas yang ada dalam pekerjaan
tersebut.
·
Melakukan pekerjaannya lebih efektif apbila
bekerjasama dengan orang lain dalam suasana yang lebih kooperatif.
·
Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang
lain.
·
Lebih suka dengan orang lain daripada sendirian.
·
Selalu berusaha menghindari konflik.
c. Need for power. Adanya keinginan yang kuat untuk
mengendalikan orang lain, intuk mempengaruhi orang lain dan untuk memiliki
dampak terhadap orang lain.
Ciri-ciri:
·
Menyukai pekerjaan dimana mereka menjadi
pimpinan.
·
Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari
sebuah organisasi dimanapun dia berada.
·
Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu
perkumpulan yang dapat mencerminkan prestise.
·
Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi
dari kelompok atau organiasi.
2. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang
dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa
manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu:
1. Kebutuhan
fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus,
istirahat dan sex;
2. Kebutuhan rasa
aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan
tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual;
3. Kebutuhan akan kasih
sayang (love needs);
4. Kebutuhan akan harga
diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam
berbagai simbol-simbol status; dan
5. Atualisasi diri (self
actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi
kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan)
kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan
menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula
dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi
kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas
kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia
merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak
hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual
dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang
unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin
dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau
“koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang
dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan.
Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu
tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan
seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia,
berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam
hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan
papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang
merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia
makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan
tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha
pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya,
sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin
menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan
sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu
ditekankan bahwa:
·
Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat
mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
·
Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama
kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan
kualitatif dalam pemuasannya.
·
Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik
jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat
berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat
teoritis, namun telah memberikan fondasi dan mengilhami bagi pengembangan
teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih
bersifat aplikatif.
3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG”)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori
Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu: E = Existence (kebutuhan
akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan
dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)
Jika makna tiga
istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara
konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh
Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan
hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness”
senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung
makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori
Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan
pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan
tampak bahwa:
·
Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu,
makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
·
Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih
tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah
dipuaskan;
·
Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang
tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan
yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia.
Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri
pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan
perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Frederick Herzberg (1923-2000), adalah seorang ahli
psikolog klinis dan dianggap sebagai salah satu pemikir besar dalam bidang
manajemen dan teori motivasi. Frederick I Herzberg dilahirkan di Massachusetts
pada 18 April 1923. Sejak sarjana telah bekerja di City College of New York.
Lalu tahun 1972, menjadi Profesor Manajemen di Universitas Utah College of
Business. Hezberg meninggal di Salt Lake City, 18 Januari 2000.
Teori
Dua Faktor Hezberg
Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990 : 177) mengemukakan
teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator.
Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah
(fisik, rasa aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan
aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi
individu adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.
Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan,
administrasi perusahaan, dan gaji yang memadai dalam suatu pekerjaan akan
menentramkan karyawan. Bila faktor-faktor ini tidak memadai maka orang-orang
tidak akan terpuaskan (Robbins,2001:170).
Menurut
hasil penelitian Herzberg ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam
memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990 : 176) yaitu :
1. Hal-hal
yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan
berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri
dan adanya pengakuan atas semua itu.
2. Hal-hal
yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor yang bersifat
embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat
dan lain-lain sejenisnya.
3. Karyawan
akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif
pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.

Herzberg
menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua
faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :
1. Maintenance
Factors. Adalah
faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin
memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan
yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik
nol setelah dipenuhi.
2. Motivation
Factors. Adalah faktor
motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan
sempurna dalam melakukan pekerjaan. Factor motivasi ini berhubungan dengan
penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung denagn pekerjaan.
Penerapan Teori Dua
Faktor Herzberg Dalam Organisasi
Dalam kehidupan
organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat penting
artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal ini
dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1994 : 173) sebagai berikut :
1. Motivasi sebagai suatu
yang penting (important subject) karena peran pemimpin itu sendiri
kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak boleh tidak harus bekerja
bersama-sama dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu diperlukan
kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan.
2. Motivasi sebagai suatu
yang sulit (puzzling subject), karena motivasi sendiri tidak bisa
diamati dan diukur secara pasti. Dan untuk mengamati dan mengukur motivasi
berarti harus mengkaji lebih jauh perilaku bawahan. Disamping itu juga
disebabkan adanya teori motivasi yang berbeda satu sama lain.
Untuk memahami motivasi karyawan digunakan teori motivasi dua arah yang
dikemukakan oleh Herzberg:
Pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk
karyawan atau pegawai pemerintahan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori
motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya.
Kedua, teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow,
khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan. Teori
ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg tahun 1966 yang merupakan pengembangan
dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow.
Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi
dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari
teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan
dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model
aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999 : 13).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika
Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua
faktor (Cushway and Lodge, 1995 : 138). Menurut teori ini ada dua faktor yang
mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga
dengan satisfier atauintrinsic motivation dan
faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atauekstrinsic
motivation.
Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan
termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari
dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya
dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya
bekerja.
Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan
yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan
tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan
disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi.
Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung
melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya
diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (dalam
Sondang, 2002 : 107).
Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah:
pekerjaan itu sendiri (the work it self), prestasi yang diraih (achievement),
peluang untuk maju (advancement), pengakuan orang lain (ricognition),
tanggung jawab (responsible).
Menurut Herzberg faktor hygienis/extrinsic factor tidak akan
mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika
faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti
gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat
menjadi sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 : 139).
Sedangkan faktor motivation/intrinsic factor merupakan faktor
yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan
terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan
seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah
(hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13).
Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor
motivasi dan ini mendapat kritikan oleh para ahli. Pekerjaan kerah biru sering
kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh
dari pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar
mereka.
5. Teori Keadilan
Inti teori ini
terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan
antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang
diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan
yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
·
Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih
besar, atau
·
Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam
melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan
persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai
pembanding, yaitu:
·
Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya
layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan,
keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
·
Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi
yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan
sendiri;
·
Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi
lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
·
Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai
jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai.
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para
pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai
persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila
sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi,
seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya
kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan
dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai
ke organisasi lain.
6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam
mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b)
tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan
(d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.
7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation”
mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut
teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh
seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada
hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan
sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan
akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa
jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu
cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang
diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya
itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori
harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya
bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang
diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan
keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan
bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya,
apalagi cara untuk memperolehnya.
Contohnya
adalah jika seseorang menginginkan sesuatu maka ia akan berusaha untuk mencapai
nya agar harapannya itu bisa tercapai. Misalnya adalah seorang staff /karyawan
biasa menginginkan untuk menjadi seorang direktur dalam sebuah perusahaan,
namun untuk menjadi direktur dalam perusahaan tersebut sangat lah sulit, karna persaingan yang
sangat ketat dan disiplin. Karena staff ini menginginkan jabatan tersebut maka
ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan jabatan tersebut, dengan
cara bekerja lebih giat, mempunyai motivasi yang tinggi, lebih disiplin, dan
meningkat kan kinerja bekerjanya dari yang biasanya.
8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku (Reinforcement
Theory)
Teori ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
M = f ( R & C )
M = Motivasi
· R = Reward
(penghargaan) - primer/sekunder
· C =
Consequens (Akibat) - positif/negative
Motivasi seseorang
bekerja tergantung pada reward yang diterimanya dan punishment yang akan
dialaminya nanti (Arep Ishak & Tanjung Hendri, 2003:35-37).
Penguatan adalah
segala sesuatu yang digunakan seorang pimpinan untuk
meningkatkan atau mempertahankan tanggapan khusus individu. Jadi menurut
teori ini, motivasi seseorang bekerja tergantung pada penghargaan yang
diterimanya dan akibat dari yang akan dialaminya nanti. Teori ini menyebutkan
bahwa perilaku seorang di masa mendatang dibentuk oleh akibat dari perilakunya
yang sekarang.
Jenis reinforcement ada empat, yaitu: (a) positive reinforcement (penguatan
positif), yaitu penguatan yang dilakukan ke arah kinerja yang positif; (b)
negative reinforcement (penguatan negatif), yaitu penguatan yang dilakukan
karena mengurangi atau menghentikan keadaan yang tidak disukai.
Misalnya, berupaya cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan karena
tidak tahan mendengar atasan mengomel terus-menerus;
(c) extinction (peredaan), yaitu tidak mengukuhkan
suatu perilaku, sehingga perilaku tersebut mereda atau punah sama sekali. Hal
ini dilakukan untuk mengurangi perilaku yang tidak diharapkan; (d) punishment,
yaitu konsekuensi yang tidak menyenangkan dari tanggapan perilaku
tertentu.
Reward adalah pertukaran (penghargaan) yang diberikan perusahaan
atau jasa yang diberikan penghargaan, yang secara garis besar terbagi dua
kategori, yaitu: (a) gaji, keuntungan, liburan; (b) kenaikan pangkat dan
jabatan, bonus, promosi, simbol (bintang) dan penugasan yang menarik.
Sistem yang efektif
untuk pemberian reward (penghargaan) kepada para
karvawan harus: (a) mcmenuhi kebutuhan pegawai; (b) dibandingkan
dengan reward yang diberikan oleh perusahaan lain; (c) di
distribusikan secara wajar dan adil; (d) dapat diberikan dalam berbagai bentuk;
(e) dikaitkan dengan prestasi.
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat
digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan
seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat
subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak
seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku
dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut
berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang
menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai
konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang
mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu
menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut
mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji
yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya
itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan
tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar
menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada
gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat
berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan
dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi
konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi
perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas. Penting untuk
diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku
tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan
dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang
sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para
ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang
terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi
satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model
tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan
prestasi seseorang individu.
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada
faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b)
harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan
kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain
ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang
bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya;
(e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
Sumber :
FUNGSI MANAJEMEN : PENGENDALIAN CONTROLLING
Definisi manajemen personalia atau sekarang yang lebih
dikenal dengan sebutan manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dari pengadaan, pengembangan,
pemberian kompensasi, pengintegrasian dan pemeliharaan tenaga kerja dengan
maksud untuk membantu mencapai tujuan perusahaan, individu dan masyarakat.
Menurut Flipo yang dikutip oleh Hani
Handoko manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi,
pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai tujuan individu, oraganisasi dan masyarakat.
Sementara itu French mendefinisikan manajemen personalia sebagai penarikan
seleksi, pengembangan, penggunaan dan pemeliharaan sumber daya manusia oleh
organisasi.
Menurut T. Hani Handoko, manajer
personalia adalah “seorang manajer dan sebagai manajer harus melaksanakan
fungsi –fungsi dasar manajemen tanpa memperdulikan apapun hakekat fungsi
operasional”.
Dalam bentuk kerangka, definisi tersebut akan tampak
sebagai berikut:
Fungsi- fungsi manajemen
1.
Perencanaan
(planning)
2.
Pengorganisasian (organizing)
3.
Pengarahan (directing)
4.
Pengendalian
(Controling)
Fungsi-fungsi operasional
1.
Pengadaan tenaga Kerja
(procurement)
2.
Pengembangan
(development)
3.
Kompensasi
4.
Integrasi
5.
Pemeliharaan
(maintenance)
6.
Pemutusan hubungan
kerja (separation)
Adapun penjelasan singkat atas
bagian-bagian dari definisi manajemen personalia diatas adalah sebagai berikut:
· Perencanaan (Planning)
Perencanaan berarti penentuan program personalia yang
akan membantu tercapainya sasaran yang telah disusun untuk perusahaan itu.
Dengan kata lain proses penentuan akan melibatkan partisipasi aktif dan
kesadaran penuh dari Manajer personalia, dengan keahliannya dalam bidang sumber
daya manusia.
· Pengorganisasian (organizing)
Organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan, manajer
personalia menyusun suatu organisasi dengan merancang struktur hubungan antara
pekerjaan , personalia, dan faktor-faktor fisik . Apabila serangkaian tindakan
telah ditentukan, organisasi harus disusun untuk melaksanakannya.
· Pengarahan (directing)
Fungsi sederhana dari pengarahan adalah untuk membuat
atau mendapatkan karyawan melakukan apa yang diinginkan, dan harus mereka
lakukan (pemberian perintah)
· Pengendalian (controlling)
Pengendalian adalah fungsi manajerial yang berhubungan dengan pengaturan
kegiatan agar sesuai dengan rencana personalia yang sebelumnya telah dirumuskan
berdasarkan analisis terhadap sasaran dasar organisasi
· Pengadaan tenaga kerja (procurement)
Fungsi operasional dari manajemen personalia adalah
berupa usaha untuk memperoleh jenis dan jumlah yang tepat dari personalia yang
diperlukan untuk menyelesaikan sasaran organisasi. Hal-hal yang dilakukan dalam
kaitan ini adalah penentuan sumber daya manusia yang dibutuhkan dan
perekrutannya, seleksi, dan penempatan . Penentuan sumber daya manusia yang
diperlukan harus bersandar pada tugas-tugas yang tercantum pada rancangan
pekerjaan yang ditentukan sebelumnya
· Pengembangan (development)
Pengembangan merupakan peningkatan keterampilan
melalui pelatihan yang perlu untuk prestasi kerja yang tepat. Kegiatan ini amat
penting dan terus tumbuh karena perubahan-perubahan teknologi, reorganisasi
pekerjaan, tugas manajemen yang semakin rumit.
· Kompensasi (compensation)
Fungsi ini dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai
dan layak kepada personalia untuk sumbangan mereka kepada tujuan organisasi
· Integrasi (integration)
Integrasi merupakan usaha untuk menghasilkan suatu
rekonsiliasi (kecocokan) yang layak atas kepentingan-kepentingan perorangan
(individu), masyarakat , dan organisasi. Definisi ini berpijak atas dasar
kepercayaan bahwa masyarakat kita terdapat tumpang tindih kepentingan yang cukup
berarti.
· Pemeliharaan (maintenance)
Pemeliharaan merupakan usaha untuk mengabadikan
angkatan kerja yang mempunyai kemauan dan mampu untuk bekerja. Terpeliharanya
kemauan untuk bekerja sangat dipengaruhi oleh komunikasi dengan para karyawan,
keadaan jasmani (fisik) karyawan, dan kesehatan serta keselamatan kerja.
· Pemutusan Hubungan Kerja (separation)
Jika fungsi pertama manajemen personalia adalah untuk
mendapatkan karyawan, adalah logis bahwa fungsi terakhir adalah memutuskan
hubungan kerja dan mengembalikan orang-orang tersebut kepada masyarakat.
Organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan proses pemutusan hubungan kerja
sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan, dan menjamin bahwa
warga masyarakat yang dikembalikan itu berada dalam keadaan yang sebaik
mungkin.
Dari beberapa definisi manajemen
personalia di atas memiliki inti yang sama yaitu perencanaan, pengorganisasian,
pengawasan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan. Definisi ini merupakan
gabungan dari fungsi-fungsi manajemen personalia.
Setelah
dijelaskan pengertian tadi diatas, saya akan menjelaskan tentang spesifik apa
itu fungsi manajemen : pengendalian controlling :
A. Pengertian Controlling (
mengendalikan )
Pengendalian sebagai sebuah fungsi dari manajemen
telah mengalami perkembangan definisi dari masa ke masa, yang cukup popular
adalah pendapat Usury dan Hammer (1994:5) yang berpendapat bahwa
“Controlling is management’s systematic efforts to achieve objectives
bycomparing performances to plan and taking appropriate action to correct
important differences” yang artinya pengendalian adalah sebuah usaha sistematik dari manajemen untuk mencapai
tujuan dengan membandingkan kinerja dengan rencana awal kemudian melakukan
langkah perbaikan terhadap perbedaan-perbedaan penting dari keduanya. Namun secara sederhana pengendalian dapat
diartikan sebagai proses penyesuaian pergerakan organisasi dengan
tujuannya, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan
dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud tercapai tujuan yang sudah
digariskan semula.
B. Tujuan
dan Fungsi Pengendalian
Berdasarkan pengertian yang telah disebutkan di atas,
maka dapat diketahui bahwa
tujuan
dari Pengendalian adalah untuk menyesuaikan gerak organisasiyang sedang
berlangsung dengan tujuan dan rencana awal dari organisasi itusendiri.
Adapun fungsi pengendalian adalah :
Adapun fungsi pengendalian adalah :
1.Meningkatkan
akuntabilitas
2.Merangsang kepatuhan pada kebijakan, rencana, prosedur, peraturan,dan ketentuan
2.Merangsang kepatuhan pada kebijakan, rencana, prosedur, peraturan,dan ketentuan
yang
berlaku.
3.Melindungi aset organisasi.
4.Pencapaian kegiatan yang ekonomis dan efisien
3.Melindungi aset organisasi.
4.Pencapaian kegiatan yang ekonomis dan efisien
C. Azas-azas
Pengendalian
1.Efektifitas
2.Efisiensi
3.Kejujuran
4.Transparansi
5.Tindakan korektif
1.Efektifitas
2.Efisiensi
3.Kejujuran
4.Transparansi
5.Tindakan korektif
D. Langkah
– Langkah Dalam Mengendalikan Fungsi Manajemen
-
Meningkatkan akuntabilitas
- Merangsang
kepatuhan pada kebijakan, rencana, prosedur, peraturan, dan ketentuan
yang berlaku
- Melindungi
aset organisasi
- Pencapaian
kegiatan yang ekonomis dan efesien
E.
Tipe – Tipe Kontrol Dalam Manajemen
- (
Awal ) Preliminary
Kadang
– kadang disebut kendali feedforward, hal ini harus dipenuhi
sebelum suatu
pekerjaan
dimulai. Kendali ini menyankinkan bahwa arah yang tepat telah disusun
dengan
sumber – sumber yang tepat tersedia untuk memenuhinya.
- ( Saat Ini ) Concurrent
Berfokus
pada apa yang sedang terjadi selama proses. Kadang – kadang disebut Kendalistreering, kendali
ini memantau operasi dan aktivitas yang sedang berjalan untuk menjamin
sesuatunya telah sedang dikerjakan dengan tepat.
- ( Akhir ) Post-Action
Kadang disebut kendali feedback. Kendali ini mengambil
tempat setelah suatu tindakan dilengkapi. Kendali akhir berfokus pada hasil
akhir, kebalikan dari input dan aktivitas.
F. Proses
Kontrol Manajemen
Proses Manajemen adalah daur beberapa gugusan kegiatan
dasar yang berhubungan secara integral, yang dilaksanakan di dalam manajemen
secara umum, yaitu proses kerangka mencapai sesuatu tujuan secara ekonomis.
Sesungguhnya keempat proses itu merupakan hasil ikhtisar dari berbagai pendapat
praktisi dan ahli mengenai manajemen.
G. Syarat
dan Proses Pengendalian
a.Syarat Pengendalian
Beberapa syarat yang sebaiknya dipenuhi dalam sebuah pengendalian adalah sebagai berikut :
1.Terencana dengan matang
2.Memiliki Prosedur Operasional Standar dalam implementasinya
3.Dijalankan oleh orang yang amanah dan berkapasitas
4.Akuntabel/transparan dan tertulis
5.Efisien dalam penggunaan anggaran
b.Proses / Sistem Dalam Pengendalian
Pengendalian manajemen pada dasarnya terdiri dari empat buah elemen, yaitu:
1.Detektor, yaitu alat/petugas untuk mengidentifikasi apa yang sedang terjadi dalam suatu proses
2.Assesor, yaitu alat/petugas untuk menentukan ketepatan
3.Efektor, yaitu alat/petugas yang digunakan untuk mengubah sesuatu yang diperoleh dari assesor.
4.Jaringan komunikasi, yaitu alat/petugas untuk mengirim informasi antara detektor dan assesor
Adapun Proses Pengendalian Manajemen adalah sebagai berikut :
1.Membangun tujuan-tujuan dan standar-standar.
2.Mengukur performa aktual.
3.Membandingkan hasil dengan tujuan dan standar.
4.Menganalisa penyebab kesenjangan performa aktual dengan rencana awal(jika ada)
5.Mengambil tindakan yang perlu (perbaikan performa atau perubahan rencana)
c.Membuat Prosedur Pengendalian yang Efektif
Prosedur merupakan langkah-langkah yang harus diterapkan untuk melaksanakan kegiatan teknis maupun administratif guna menjaminterselenggaranya kebijakan yang telah ditentukan secara ekonomis dan efisien.Manajemen berkewajiban menciptakan prosedur yang baik sehingga menjaminterciptanya sistem pengendalian manajemen yang efektif.Faktor-faktor dari unsur prosedur yang efektif antara lain meliputi:
a.Syarat Pengendalian
Beberapa syarat yang sebaiknya dipenuhi dalam sebuah pengendalian adalah sebagai berikut :
1.Terencana dengan matang
2.Memiliki Prosedur Operasional Standar dalam implementasinya
3.Dijalankan oleh orang yang amanah dan berkapasitas
4.Akuntabel/transparan dan tertulis
5.Efisien dalam penggunaan anggaran
b.Proses / Sistem Dalam Pengendalian
Pengendalian manajemen pada dasarnya terdiri dari empat buah elemen, yaitu:
1.Detektor, yaitu alat/petugas untuk mengidentifikasi apa yang sedang terjadi dalam suatu proses
2.Assesor, yaitu alat/petugas untuk menentukan ketepatan
3.Efektor, yaitu alat/petugas yang digunakan untuk mengubah sesuatu yang diperoleh dari assesor.
4.Jaringan komunikasi, yaitu alat/petugas untuk mengirim informasi antara detektor dan assesor
Adapun Proses Pengendalian Manajemen adalah sebagai berikut :
1.Membangun tujuan-tujuan dan standar-standar.
2.Mengukur performa aktual.
3.Membandingkan hasil dengan tujuan dan standar.
4.Menganalisa penyebab kesenjangan performa aktual dengan rencana awal(jika ada)
5.Mengambil tindakan yang perlu (perbaikan performa atau perubahan rencana)
c.Membuat Prosedur Pengendalian yang Efektif
Prosedur merupakan langkah-langkah yang harus diterapkan untuk melaksanakan kegiatan teknis maupun administratif guna menjaminterselenggaranya kebijakan yang telah ditentukan secara ekonomis dan efisien.Manajemen berkewajiban menciptakan prosedur yang baik sehingga menjaminterciptanya sistem pengendalian manajemen yang efektif.Faktor-faktor dari unsur prosedur yang efektif antara lain meliputi:
a.Prosedur
yang dibuat harus selaras dengan kebijakan yang telahditetapkan.
b.Prosedur dibuat dalam bentuk tertulis dan sistematis untuk menjamin pelaksanaan kegiatan secara ekonomis, efisien dan efektif serta ditaatinya peraturan/ketentuan yang berlaku.
c.Prosedur yang dibuat telah memperhatikan unsur pengecekan internalsehingga hasil pekerjaan seorang pegawai secara otomatis dicek oleh pegawai lain yang bebas melakukan tugasnya tanpa dipengaruhi atauterpengaruh oleh orang lain.
d.Prosedur yang diciptakan tidak duplikatif dan tidak bertentangan dengan prosedur lain.
e.Prosedur yang diciptakan telah menjamin kelancaran pemberian pelayanankepada pengguna.
f.Prosedur yang dibuat tidak rumit, melainkan sederhana dan mudahdimengerti serta dilakukan peninjauan kembali secara berkala. Prosedur yang lambat dan berbelit-belit dalam pengurusan sertifikat tanahmerupakan contoh prosedur yang tidak menjamin kelancaran pemberian pelayanan kepada masyarakat.
b.Prosedur dibuat dalam bentuk tertulis dan sistematis untuk menjamin pelaksanaan kegiatan secara ekonomis, efisien dan efektif serta ditaatinya peraturan/ketentuan yang berlaku.
c.Prosedur yang dibuat telah memperhatikan unsur pengecekan internalsehingga hasil pekerjaan seorang pegawai secara otomatis dicek oleh pegawai lain yang bebas melakukan tugasnya tanpa dipengaruhi atauterpengaruh oleh orang lain.
d.Prosedur yang diciptakan tidak duplikatif dan tidak bertentangan dengan prosedur lain.
e.Prosedur yang diciptakan telah menjamin kelancaran pemberian pelayanankepada pengguna.
f.Prosedur yang dibuat tidak rumit, melainkan sederhana dan mudahdimengerti serta dilakukan peninjauan kembali secara berkala. Prosedur yang lambat dan berbelit-belit dalam pengurusan sertifikat tanahmerupakan contoh prosedur yang tidak menjamin kelancaran pemberian pelayanan kepada masyarakat.